Minggu, 24 Juni 2012

Kondom

Kami ngobrol hampir 2 jam
lamanya (namanya Marvin), dan mata
kami tidak pernah lepas dari
pandangan masing – masing. Sesekali
aku memerhatikan dadanya yang
bidang dan lengannya yang berisi. Bisa
kupastikan bentuk tubuh dalamnya.
Tak lama setelah mengetahui apa yang
kusuka, “Karena kamu suka lukisan,
sekarang lagi ada pameran lukisan
orang loh di museum. Mau kesana?”
Tentunya tidak kutolak ajakan ‘kencan’
ini. Setelah keliling melihat lukisan –
lukisan itu, aku permisi ke wc sebentar.
Ia juga ingin kesana. Tak kusangka
begitu sampai di tempat kencing, ia
mendatangiku dan menciumku secara
langsung dengan permainan lidahnya
yang nikmat. “Apa tidak apa – apa di
tempat umum nih? Nanti ada orang
atau petugas gemana?” Tanyaku.
“Tidak apa apa koq. Disini jarang ada
yang masuk. Ah, bibirmu sexy sekali.”
Kesannya sambil menciumku kembali.
Ia lalu membuka celananya lalu
membuka celanaku. Kini aku mengerti
mengapa kondom yang ia sarankan itu
termasuk kecil…untuknya. Bagaimana
tidak? Ukurannya saja selain panjang
dan besar. Dari perkiraanku, aku yang
memiliki penis berukuran 14cm dengan
ketebalan lebih saja, ia kuperkirakan
sekitar 17cm dengan tebal setengah
kalinya dari aku. Tak kusabar ingin
kuoral miliknya. Ia punmengiyakan.
“Oh, enak banget oralanmu. Terusin,
Tom.” Kisahnya. Tanpa disuruhpun,
memang itu yang ingin kulakukan. Aku
mengitari kepala penisnya terus
menerus, tempat dimana daerah paling
sensitif miliknya, kemudian lidahku
beralih kebawah kebagian buah
zakarnya yang sudah dicukur halus. Ia
pun sedikit berteriak. Ia lalu menarikku
keatas dan berkata, “Kini, giliranku.”
Sambil memainkan penisku, aku
membuka kemejaku. Kehebatan
permainan lidahnya tidaklah kalah
hebat Pastinya… Mana mungkin orang
seperti Marvin tidak hebat dalam
permainan sex seperti ini? “Bagaimana
kita mencoba kondom yang tadi kamu
beli? Mau? Tanyanya. “Boleh saja,
dengan gel-mu ya.”Jawabku. Ia
mengambil gel mint yang baru ia beli
dan aku juga mengambil kondom rasa
extra mint yang aku beli. Bisa
kubayangkan seberapadinginnya
lubangku nantinya. Setelah
memakaikan gel pada penisnya yang
besar itu, aku memakaikan kondom
untuknya, dan kemudian mengolesi gel
lagi. Ia terlihat kedinginan dan semakin
bergairah. Sambil berterima kasih
karena membantunya, ia memutarkan
tubuhku dan menciumku. “Tahan ya.
Siap kan?” “Pelan – pelan ya. Kamu
punya terlalu besar sih.” “Tenang aja,
Tom. Kamu pasti akan menikmatinya.”
Dengan perlahan – lahan (maklum
belum pemanasan), ia mulai memasuki
penisnya. Aku bisa merasakan kepala
penisnya sudah masuk sebagian.
Sambil memainkan nippleku, ia
menenggelamkan seluruh penisnya ke
dalam lubangku. Aku sempat berteriak
kecil tapi ia langsung menciumku.
Tangannya yang satu tetap
memainkan nipple-ku, sedang yang
satunya lagi mengocok penisku. Ah,
aku sungguh bergairah dibuatnya.
“Enak kan, Tom? Apakah kamu
menyukainya?” “Aku suka banget. Ah,
enak banget gaya mainmu. Terusin…
terusin…” Kesanku. “Bisa kulihat dari
wajahmu. Ah Tom, aku ingin keluar
sekarang. Ah, aku keluar ya.” Dengan
cepat aku melepas penisnya dari
lubangku, membuka kondomnya lalu
mengocok penisnya. Ia pun
berejakulasi dengan semprotan sperma
yang banyak yang diarahkan langsung
ke dalam tempat pembuangan. Aku
terus mengocok penisnya hingga
sperma pada tetes terakhir. Ia kegelian
ketika aku berbuat demikian.
“Sekarang, apa kamu mau
memasukiku?” Tanya ia. “Tentu saja.
Kamu pasti akan keenakan juga deh.”
Yakin aku. Ia lalu membantu
melumaskan gel dan memasangkan
kondom pada penisnya. Secara
perlahan aku memasukan penisku
tepat pada sasarannya. Terlihat ia
sangat menikmatinya. Aku kemudian
memasukan semua batangku dan
memompa penisku. Ia berdiri sambil
menciumku. Dapat kurasakan betapa
ketat lubangnya itu. Penisku serasa
terjepit oleh lubang yang sangat kecil.
“Ah, aku mau keluar.” Kisahku sambil
mengocok penisnya yang telah tegang
kembali. “Keluarin aja di dalam, Tom.
Aku ingin merasakan hangatnya
spermaku dalam lubangku.” Jawab ia.
Seperti yang ia inginkan, tak lama aku
pun berejakulasi didalamnya. Aku
kemudian mengocok penisnya kembali
sambil memainkan nipple kirinya, dan
kini spermanya berhamburan di
sekeliling lantai. Penisku seakan
menjadi lebih terjepit lagi. Tak lama,
aku mencabut keluar penisku dari
lubangnya. Ia sangat terkekut melihat
banyaknya cairan sperma pada
kondom yang kukenakan. Kami bersih
– bersih (termasuk lantai yang berceceran sperma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar