Jumat, 22 Juli 2011

ngerjai anak kos

Akhirnya kami sampai rumah, dan Aryo langsung masuk kamarnya di rumah induk. Kebetulan, pikirku. Aku segera menghidupkan TV dan menontonnya. Tidak berapa lama, perutku terasa sakit. Sepertinya karena aku makan sambel tadi sore, pikirku. Aku terburu-buru ke kamar mandi. Sekembalinya aku dari kamar mandi, aku terkejut ketika kudapati Aryo ada di dalam kamarku yang tadi lupa kukunci karena aku terburu-buru ke kamar mandi.
“Eh, Mas Deni, kok filmnya begini sih? Isinya kok cowok semua?”, tanya Aryo.
Aku terdiam sesaat. “Iya nih, salah ngambil tadi.”, jawabku sekenanya.
Mata Aryo terus saja mengikuti film yang sedang diputar tanpa berkedip. Sesekali dia menyentuh kemaluannya. Sepertinya dia menikmati filmnya, pikirku. Adegan di layar TV mulai memanas, satu persatu dari mereka mulai melepas celana dalam mereka. Aku duduk di sebelah Aryo, sambil kuelus punggungnya. Ia diam saja. Kulanjutkan elusanku di bagian dadanya yang bidang, turun ke perutnya, semakin turun. Aku menyentuh kemaluannya yang mengeras. Aku mencium bibirnya yang merah, sekali, ia diam saja.
Ketika kucium bibirnya untuk kedua kalinya, Aryo membalas, kaku. Sejenak aku memberinya kesempatan untuk bernafas. Kutindih Aryo di tempat tidurku, dan tanganku mulai mengusap-usap perutnya, dadanya. Aku mulai membuka kaos yang sedang dipakainya, dan terlihat dadanya yang bidang, kulitnya yang putih bersih. Aryo menggeliat-geliat ketika kuciumi lehernya. Kemudian Aryo membuka satu persatu kancing bajuku. Aku membiarkan ia melakukan hal itu. Kali ini Aryo berada di atasku. Aku membuka kancing celana jeans birunya, dan seketika itu pula kupelorotkan celananya. Terlihat celana dalamnya warna biru, dan sesuatu menonjol. Aryo mengerang keras ketika kupijat perlahan kemaluannya. Kuurut perlahan kemaluannya, dan dia tetap mengerang. Kuelus pantatnya yang padat berisi. Ketika itu dia telah berkutat dengan kancing celana jeans-ku. Segera saja dia memelorotkan celanaku. Kemaluanku sudah tegak berdiri di dalam celana dalamku.
Kemudian aku membuka celana dalamnya. Terlihat kemaluannya tegak seolah menantangku. Kukulum kemaluannya, dan kumainkan lidahku. Aryo menjerit tertahan. Ia memegangi kepalaku dan ingin mengulum kemaluanku yang tak kalah menantang, namun aku tak mau melepaskan kulumanku. Aryo memegang kedua pipiku, dan wajah kami sangat dekat saling berhadapan. Kami berciuman nikmat sekali, kemudian ia mencium leher dan dadaku, sambil mengelus ketiak dan punggungku. Lalu ia mengulum kemaluanku yang berbulu. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, aku tidak tahan lagi, kuraih kemaluannya dan sesaat kemudian kami dalam posisi 69. Kukulum dan kuhisap kuat-kuat kemaluannya. Kulepaskan sesaat kulumanku pada kemaluannya.
“Aryo, Mas Deni mau keluar nih!” kataku.
Aryo tidak menghiraukanku. Ia hanya berkata tidak apa-apa. Lalu aku meneruskan menghisap kemaluannya, kumainkan lidahku. Tak berapa lama kurasakan sesuatu yang hangat mengalir di tenggorokanku, dia ejakulasi. Selang tak berapa lama, ketika aku sedang menikmati air maninya, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan keluarlah seluruh spermaku. Kami berdua terengah-engah setelah pertandingan itu. Kemudian dia duduk di pinggir ranjangku sambil melihat adegan-adegan yang masih saja berlangsung di layar TV. Aku duduk di belakangnya sambil menciumi leher belakang dan punggungnya.
“Kenapa, Aryo? Kamu nyesel?” tanyaku.
Ia menggeleng perlahan sambil memandangi wajahku.
“Lalu kenapa?” tanyaku.
“Nggak kok Mas Den, nggak pa-pa”, jawabnya sambil menunduk.
“Mas Deni tahu Aryo bohong, sekarang cerita kenapa? Kalo Aryo nyesel, Mas Deni minta maaf, kejadian ini bener-bener sebuah kecelakaan.”
“Ngga pa-pa kok..” jawab Aryo.
Lalu ia terdiam sesaat. Aku bener-bener merasa serba salah saat melihat wajah imutnya agak murung kali ini.
“Jujur aja Aryo, ada apa?”
“Oke deh, Aryo akan jujur. gimana kalo kita main sekali lagi Mas Den?”, tanya Aryo sambil tersenyum nakal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar