Jumat, 22 Juli 2011

anak baru tahu rasa

Setelah duduk disebelahnya, aku kemudian merampas handuk Dito dengan tangan kananku, sementara itu tangan kiriku mendekap punggungnya, Dito pikir aku mengajaknya bercanda. Ia mencoba merebut handuknya kembali, tapi tidak dapat, kemudian mukanya ia jatuhkan tepat di atas kontolku, ia tertawa sebentar kemudian tak lama tawanya itu berhenti,Dito tertegun untuk beberapa saat lamanya di bawah sana. Aku tak begitu mempedulikannya, semoga saja ia kagum dengan “barang” kesayanganku yang baru diciumnya itu.

Sementara itu handuk yang kupegang, aku usapkan ke seluruh badannya, mengelap seluruh keringat yang membasahi tubuhnya itu, perlahanDito mengangkat lagi kepalanya. Dito makin memanjakan dirinya, membiarkan aku mengelap seluruh badannya, tak apalah sesekali berlaku seperti seorang pembantu asalkan bisa memperoleh apa yang disebut sebagai kenikmatan itu. Sungguh, aku benar-benar terlena menikmatinya meskipun sikapDito masih tampak begitu dingin saat itu, padahal aku sudah mencoba memberi rangsangan sentuhan ke bagian-bagian sensitif di seputar leher dan dadanya dengan usapan handuk, bahkan semua ilmu pamungkasku dalam bidang usap-mengusap sudah aku keluarkan saat itu.

Setelah cukup lama tertegun, Dito mengangkat kepalanya kembali. Tiba-tiba matanya menatap aneh ke arahku, mungkin saja ia telah terhipnotis oleh kontolku, jadi kupikir tak apalah jika usapanku tak berhasil.

“Mas Ferry nggak pakai CD yah, burungnya lagi berdiri tuh!” bisik Dito di dekat telingaku dan kemudian secara spontan, tangan Dito langsung menjamah dan meremas-remas kontolku, memijit-mijitnya dengan pijatan seks.
Aku memang sedang tidak pakai CD waktu itu, aku terkadang memang tidak memakainya, khususnya jika sedang di berada di rumah atau memakai celana karet gombor seperti yang kupakai saat itu. Kontolku makin tegak saja dengan keperkasaan penuh seperti rudal yang siap meluncur, aku bersyukur karena aku tidak impoten dan dikaruniai kontol yang seksi dan besar yang membuat orang yang memegangnya tidak akan bisa membedakan antara kontol dengan terong bangkok. Aku lantas menurunkan handuk yang kupegang perlahan, Aku merasakan sensasi nikmat yang luar biasa, dengan birahi yang membara.

Aku menggeliat dan mendesah, menggigit-gigit bibir bawahku. Merasakan nikmat tiada tara dengan aksi tangan Dito yang makin liar meremas-remas kemaluanku itu. Aku pun makin mendekatkan kepalanya ke atas dadaku, mengacak-acak rambutnya yang lurus terion itu. Aku mendekati telinganya dan membisikkan kepadanya, apa yang aku inginkan ia perbuat selanjutnya, layaknya seorang guru yang mengajar anak didiknya. Karena saat ituDito tampak masih canggung untuk memelorotkan celanaku dan melihat secara langsung batang kejantananku.

“Hisap dong Dit!” permintaan itu seketika keluar dari mulutku, terdorong oleh nafsu membara yang ada di dadaku saat itu, aku sungguh tak lagi merasa segan pada remaja belasan tahun itu.

Saat itu, aku ibarat sebuah tanggul yang rapuh, yang segera akan patah terbawa aliran badai nafsu. Dito pun beranjak dari tempat duduknya, ia berjongkok di antara kedua selangkanganku, kemudian dibukanya simpul tali celanaku, merenggangkannya, lalu menariknya dengan cepat, saat itu juga kontolku langsung melesak keluar dengan keperkasaannya.

Tanpa babibu lagi, Dito mendaratkan serangan bibirnya yang pertama ke kontolku yang panjangnya 17 cm itu, langsung menghisapnya dengan liar, menyedotnya seperti ketika menikmati orange juice, sesekali ia melepaskan hisapannya, dan menjilati kontolku dengan penuh birahi, birahi seorang remaja 15 tahunan yang baru sekali itu menikmatinya. Dito ingin menanggalkan celanaku seluruhnya, Aku pun menurut saja, membiarkannya bermain dengan sensasinya sendiri.

Aku mengangkat pantatku, mengangkang di depan mukanya, sehingga Dito lebih mudah melepaskan celanaku. Sesudah Dito melepaskan semua celanaku, ia kembali memainkan kontolku, mengocok dan mengulumnya secara bergantian.

“Argh! Terus Dit!” erangku keenakan.
Dito makin mempercepat tempo permainannya, ia bertambah buas saja dan tidak terkendalikan lagi, Dito menghisap kuat kontolku dan kemudian memompanya naik turun keluar masuk mulutnya, untung saja giginya tidak terlalu besar, kalau tidak, pasti kulit kontolku lecet semua bergesekan dengan giginya atau bahkan bisa saja terluka. Ternyata Dito sangat ahli dalam perkara hisap menghisap kontol, langsung jago tanpa perlu diajari.

Aku membungkukkan badanku di atas punggung Dito yang sedang menelungkup di atas seputar kemaluanku, lalu kuciumi seluruh kepala bagian belakangnya, menyibakkan rambutnya dan mengecup ubun-ubunnya, kemudian perlahan turun ke leher, dan ke punggungnya, yang membuat Dito mengerang-erang dengan desahan yang persis aku lihat di blue film. Semula aku pikir Dito terlalu berlebihan kalau meniru film, tapi tak apalah, desahan Dito malah membantu mempertahankan libidoku di puncak yang stabil.

Di tengah-tengah permainan yang seru itu, tiba-tiba spermaku muncrat, menyembur di muka Dito. Aku bermaksud mengelapnya, tetapi Dito malah meraih tanganku, mencengkeramnya erat dan ia malah menjilati dan menghisap jari jemari tanganku, sebelum ia membersihkan spermaku dengan lidahnya.

Sesudah itu, aku mengambil alih kendali, kesabaranku sudah habis untuk melihat seberapa besar dan seksinya kemaluan Dito dan bagaimana menikmatinya lewat sedotan mautku. Aku lantas merebahkan badan Dito yang bongsor di atas barbel set, membiarkannya terlentang di hadapanku seperti yang aku lihat tadi, tentu saja kini Dito tampak lebih seksi dengan hanya memakai celana pendek yang super minim sebagai penutup tubuhnya.

Dito memejamkan matanya, sementara itu kontolnya makin mengembang dan memenuhi celananya yang super ketat itu, sehingga seakan-akan celana itu tidak lagi muat untuk menampungnya. Aku iba melihat kontol Dito yang terjepit di dalam celananya itu, aku rasa sungguh alangkah baiknya jika kulepaskan saja ia dari dalam sangkarnya.

Aku pun langsung menindih badan gempal Dito di atas barbel set itu,
dan mulai menyerangnya dengan ciuman-ciuman mautku ke setiap lekuk tubuhnya sambil tanganku menggerayanginya di sela-sela badan kami yang saling menindih, menjelajah sampai menemukan barang yang aku cari yaitu kontol Dito, kemudian kumasukkan tanganku ke balik celana sport-nya, juga ke balik CD-nya yang terasa licin itu.

Busyet, ketika aku menjamahnya, aku merasa seperti sedang memegang pentungan pak satpam, It is very big size! Aku gesek-gesekkan tanganku ke kontol Dito yang besar dan super seksi itu, lagi-lagi aku beruntung bisa meremas batang kejantanan cowok seganteng Dito. Sesudah itu kuangkat sedikit pantatnya ke atas, dengan posisi tetap menindih tubuhnya, lantas aku pelorotin celana Dito dan sampai ke CD-nya sekalian. Hitung-hitung, biar tidak perlu kerja dua kali. Kemudian aku daratkan ciuman-ciuman pipinya dan seluruh mukanya yang bersih dan imut itu sambil sesekali mengecup lehernya, kedua puting susunya secara bergantian, perutnya, sekeliling pusarnya, dan wouw..batang Dito pas di depan mataku sekarang. Ternyata ukurannya lebih besar dari yang aku duga, sekitar 16 cm/3 cm.

Aku menelan air liurku begitu memandangnya, Aku pun langsung menghampirinya dengan bibirku, membiarkan batang kejantanan Dito itu tenggelam di dalam kulumanku untuk beberapa lama, dengan sensasi hisapan yang liar, sesekali aku menjilat ujung penisnya yang coklat mengkilat itu, menjilatnya sampai ke lubang kencingnya.

“Argh! jangan disana mas, perih!” seru Dito sambil kemudian menggigit bibir bawahnya begitu lidahku menjilat-jilat di sekitar lubang kontolnya itu.
Cukup lama juga aku memainkan kontol Dito, dan ia pun makin menggelinjang keenakan sampai-sampai barbel set yang dijadikan alas rebahannya hampir saja roboh, sekalipun bobotnya berat. Aku pun kemudian berdiri, kutarik lengan Dito dan dan mengajaknya meneruskan di floor. Aku membaringkan tubuh Dito yang berkeringat itu di atas karpet merah, aku tindih lagi, Tetapi Dito lebih cepat menyerangku dengan ciuman-ciumannya yang makin mengganas ke bibirku yang sama sensualnya dengan bibirnya.

Kami bergumul di lantai sekian lama, berganti-ganti posisi, kadang aku di atas, kadang Dito yang di atas, menindih tubuhku dengan tubuhnya yang agak berat. Hampir sejaman kami bergumul di atas lantai dan saling mencumbu, dan selama itu Dito cukup perkasa bisa menahan spermanya supaya tidak keluar, barulah saat di detik-detik terakhir ia mengeluarkan lahan putihnya, empat semprotan sekali muncrat, kental dan nikmat. Padahal, selama itu aku sudah ejakulasi sebanyak tiga kali. Aku menjilat habis sperma yang tumpah ruah di atas perut Dito itu, aku tidak mau menyia-nyiakannya, jika harus menunggu muncratan yang kedua, paling tidak aku harus menunggu sekitar sejaman lagi.

“Ah, nikmatnya!” gumamku begitu melakukan jilatan terakhir sperma Dito. Bahkan yang masih menempel di ujung kontolnya pun, tak tersisa juga oleh jilatanku. Dito pun seketika itu juga langsung lemas, kontolnya terkulai kelelahan. Dito masih saja telentang di bawah badanku, nafasnya tersengal-sengal dan jantungnya berdegup kencang.

Kemudian aku memutar posisi menjadi posisi 69. Ku hisap lagi kontol Dito sambil sesekali diselingi kocokan, pokoknya semua cara yang bisa aku lakukan agar kontol Dito tegak lagi. Sementara itu, Dito yang masih aku tindih juga melakukan hal yang sama, setelah rasa capainya berangsur-angsur pulih. Dito menjilati kontolku yang menggantung tepat di atas bibirnya, sesekali Dito mengangkat sedikit kepalanya untuk meraih dan menjilat buah pelirku juga sambil tangannya berpegangan pada punggung atau pahaku. Kami berdua sudah sama-sama basah dengan keringat bercampur sperma, paha Dito yang licin dengan keringat malah menambah gairah seksualku, belum lagi ujung-ujung jembutnya yang basah seperti ketetesan embun itu. Aku menjilatinya dan sesekali kuhisap selangkangan Dito dari keringatnya yang berasa asin dan horny itu.

Kuciumi kedua belahan selangkangannya yang membuat Dito kegelian dan menggelinjang, berputar-putar menggeser badannya di atas karpet. Kemudian dia berhenti berputar, mengangkat kepalanya, dan, “Aouw!” tiba-tiba saja Dito melumat kontolku dengan agak kuat di bawah sana, Aku pun menjerit dengan sedikit tertahan. Bukan karena kesakitan, tetapi karena Dito begitu mendadak melakukannya, ia meneruskannya dengan mengulum buah pelirku. Setelah itu, kontolku diempotnya naik turun, dijilatnya seperti es krim vanila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar